Halaman

07 Juni 2009

Kumpulan Tulisan, Mengapa Tidak?


"Kita tidak bisa memulai segala-galanya sekaligus"
Pramoedya Ananta Toer

Coba anda amati buku-buku karangan Hermawan Kartajaya, Renald Khasali, Gede Prama, Andrias Harefa, Roy Sembel, Handi Irawan, atau buku-buku dari pengarang lain yang sering mengisi kolom-kolom di berbagai media masa. Beberapa dari buku-buku mereka merupakan hasil kompilasi dari tulisan-tulisan pendek seperti kolom, esai, artikel opini, bahkan mungkin juga makalah yang diperbarui, yang dianggap punya nilai jual jika diterbitkan dalam sebuah buku kumpulan tulisan.
Dan jangan remehkan buku-buku seperti ini. Buku-buku kumpulan tulisan yang disusun pengarang-pengarang di atas ternyata disambut baik oleh pasar, bahkan tak sedikit yang menjadi best seller. Buku Handi Irawan berjudul 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan (2002) yang sukses di pasar itu bahan dasarnya juga tulisan-tulisan pendek yang sebelumnya tersebar di berbagai media massa dan kemudian disusun ulang oleh rekan-rekan Handi di Frontier. Sementara, di antara lebih dari 23 buku yang ditulisnya hingga awal 2004, Andrias Harefa malah berhasil menyusun setidaknya 5 buku kumpulan tulisan pendek yang jadi best seller, yaitu Sukses Tanpa Gelar (1998), 10 Kiat Distributor MLM (2000), Berwirausaha dari Nol (2000), MLM di Era Internet (2000), dan Agar Menjual Bisa Gampang (2002).
Kisah sukses buku kumpulan tulisan pendek seperti itu juga dapat dilihat dari sukses luar biasa serial Chicken Soup for the Soul yang disusun oleh Jack canfield dan Mark Victor Hansen. Buku serial Chicken Soup for the Soul berisi kisah-kisah yang syarat nilai kemanusaian, yang merupakan sumbangan tulisan dari banyak penulis dari beragam latar belakang. Kisah-kisah itu muncul dengan gaya dan cita rasa masing-masing, namun tetap bisa dicari benang merahnya, mengikat kisah-kisah tersebut menjadi buku yang memikat dan enak dibaca.
Pada awalnya, tak satu pun penerbit yang mau melirik proposal buku Jack Canfield dan Mark Victor Hansen ini. Tapi pecinta buku sering punya logika berbeda dengan para penerbit umumnya. Kenyataannya setelah diterbitkan, buku serial ini meledak di pasaran dan menjadikan kedua penulisnya nangkring di peringkat teratas di daftar pengarang paling top di Amerika Serikat versi New York Times dan USA Today
Buku yang berisi kumpulan tulisan pendek suka dicibir para kritikus buku sebagai buku yang 'bukan' buku. Saya tidak sepenuhnya sependapat. Bagi seorang pemula di dunia penulisan buku, bentuk kumpulan tulisan ini akan sangat membantu. Menunggu bahan terkumpul lengkap atau menunggu kesiapan waktu untuk menulis, kadang bisa berarti melewatkan sebuah momentum berharga. Jika ada tema-tema buku yang menarik, bersinggungan dengan tren yang sedang berlangsung, atau sedang ditunggu kehadirannya oleh konsumen pembaca, mengapa tidak diambil strategi penulisan yang lebih pragmatis?
Sekali lagi, ini cara yang sah! Pasarlah yang akan menilai berhasil tidaknya sebuah buku, seperti kata Renald Khasali, “Buat saya pengakuan pasar itu lebih penting daripada omongan di kalangan orang-orang yang tidak menulis buku.”
Saya sendiri berpendapat, lebih baik mengawali penyusunan buku dari kumpulan tulisan, sambil kemudian menggagas buku yang lebih utuh (masterpiece) berdasar pengalaman dan pengembangan tulisan-tulisan pendek sebelumnya. Setidaknya ada empat alasan mengapa saya menyarankan bentuk kumpulan tulisan sebagai alternatif pilihan buku pertama yang layak ditulis oleh pemula atau orang-orang sibuk seperti anda.
Pertama, jelas alasan efisiensi atas waktu anda yang sangat terbatas. Ini mendasar, mengingat alasan utama mengapa orang-orang sibuk tidak terpikir untuk menulis buku adalah karena mereka merasa benar-benar tidak punya waktu. Bolehlah berandai-andai membuat buku komprehensif sekaligus best seller semacam ESQ dan ESQ Power karya Ary Ginanjar atau Jakarta Good Food Guide karya Laksmi Pamuntjak Djohan. Jika anda ngotot dengan keinginan membuat karya seperti itu sementara aktivitas anda sangat padat, anda harus siap-siap bertempur habis-habisan dengan diri sendiri untuk menyeimbangkan waktu kerja dengan waktu menulis hingga buku rampung.
Kedua, karena keterbatasan waktu, anda dituntut mampu menulis dengan cepat supaya tidak kehilangan mood (kita akan bahas tuntas dalam lanjutan artikel ini). Tulisan-tulisan pendek atau kolom adalah jenis tulisan yang paling cocok untuk mengisi bab-bab dalam buku pertama anda. Tulisan seperti ini bisa ditulis di sembarang tempat begitu ada ide-ide segar terlintas. Anda tak perlu menunggu terlalu lama untuk memulai buku anda. Begitu outline berhasil anda susun, anda bisa segera menjabarkannya melalui tulisan-tulisan pendek, bahkan tanpa harus ditulis secara berurutan.
Ketiga, jenis tulisan-tulisan pendek sangat pas untuk menulis buku how to atau buku kiat-kiat praktis. Ini jenis buku yang telah saya sarankan di artikel sebelumnya, yaitu menulis buku tentang profesi atau hobi anda. Lihat misalnya buku-buku how to yang judulnya diawali dengan "101 Cara..." yang banyak diterbitkan oleh Elex Media dan Arcan, atau buku-buku panduan yang diterbitkan oleh Kaifa, BIP, Gradien, dll. Sambutan pasar tidak terlalu mengecewakan
Ingat, buku-buku how to yang sangat praktis ini sekarang malah sedang digemari masyarakat kita, yang konon kabarnya kurang begitu suka buku yang terlalu teoritis dan bertele-tele. Benarkah? Bisa jadi. Hasil penelitian Kompas (21 Juni 2003) di sepuluh kota besar menyatakan, sekitar 60 persen responden yang diteliti mengenal atau pernah membaca buku-buku panduan (how to). Sementara 97 persen responden atau hampir keseluruhan menyatakan mendapatkan manfaat dari buku-buku panduan tersebut.
Seorang Renald Khasali saja mengakui lebih suka menulis buku how to ketimbang buku-buku teoritis yang berat. Mengapa, alsannya karena buku how to memang sangat dibutuhkan oleh pasar dan Renald memang menulis berdasarkan masukan dari pasar. Dan terbukti, bukunya pun diserap pasar dengan baik. Sebagai pemula, sukses di pasar sungguh sangat memotivasi untuk menelorkan karya-karya berikutnya.
Sementara untuk buku bertema pengalaman pribadi, selain mudah dituliskan, jenis kumpulan tulisan pendek ini juga cukup cocok untuk mengisahkan penggalan pengalaman-pengalaman unik anda. Termasuk untuk menuliskan tulisan-tulisan refleksi pribadi, inilah jenis yang paling pas. Lihat misalnya karya-karya reflektif Gede Prama yang diterbitkan Elex Media seperti misalnya Inovasi atau Mati, Dengan Hati Menuju Tempat Tertinggi dan Percaya Cinta Percaya Keajaiban, atau buku-buku karya Anand Krisnha yang sebagian merupakan olahan dari transkrip ceramah-ceramahnya.
Keempat, tulisan pendek pun terbuka untuk dikembangkan menjadi sebuah bab yang utuh dan mendalam. Bahkan, sebuah tulisan pendek juga bisa dikembangkan menjadi satu judul buku tersendiri. Namun berhasil menyusun tulisan jenis ini menjadi bab-bab yang sesuai dengan outline pun sudah cukup untuk menghantarkan anda pada impian menyelesaikan buku pertama anda.
Pada hekekatnya, buku kumpulan tulisan tak kalah nilainya dibanding misalnya dengan kumpulan puisi, kumpulan cerpen, atau kumpulan esai sastra yang cukup mendapat tempat di kalangan kritikus sastra. Bahkan buku-buku seperti ini juga punya kelebihan lain selain yang saya sebutkan sebelumnya. Kelebihan itu adalah; anda bisa menambahkan sebuah model atas kumpulan tulisan anda, seperti yang dilakukan Hermawan Kartajaya dalam bukunya Hermawan Kartajaya on Marketing yang laris itu. Atau seorang Stephen R. Covey pun melakukan hal yang sama dalam bukunya Principle-Centered Leadership yang juga menjadi best seller nasional di Amerika.
Buku yang berasal dari kumpulan tulisan memang cukup populer dan beragam bahan dasarnya. Lihat buku Yuliana Agung berjudul 101 Konsultasi Praktis Pemasaran (PT Elex Media Komputindo, 2003), yang materinya berasal dari rubrik tanya jawab yang diasuh konsultan manajemen tersebut di sebuah tabloid pemasaran. Atau lihat buku Perjuangan Keluar dari Krisis (BPFE, 2003), yang berisi percikan pemikiran-pemikiran Syahril Sabirin. Asal anda tahu, buku yang lumayan tebal itu dipersiapkan oleh sebuah tim selama lima tahun lebih, yang bahannya berasal dari kumpulan makalah, pidato, presentasi, dan artikel-artikel mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut
Menurut pendapat saya, yang terpenting sesungguhnya bukanlah apakah kumpulan tulisan itu dianggap buku atau bukan. Namun lebih pada gagasan-gagasan brilian yang dituangkan dalam tulisan tersebut. Percuma anda menyusun buku yang tampaknya komplit, tebal, dan sangat komprehensif, namun isinya ternyata hanya berputar-putar, mengulang-ulang gagasan yang sudah ada, dan sama sekali tidak punya ciri orisinilitas. Lebih celaka lagi kalau orang tidak berminat membaca atau membeli buku anda hanya karena alasan-alasan tersebut.
Jika anda terlatih untuk menuangkan gagasan ke dalam tulisan-tulisan pendek, barangkali menciptakan buku masterpiece yang anda impi-impikan nantinya akan terasa lebih mudah ditulis. Jadi, merasalah merdeka untuk memilih bentuk buku seperti ini pada awalnya. Yang pasti anda sekarang punya jurus jitu yang cukup memudahkan kerja anda dalam menulis buku.
Untuk buku jenis how to yang berasal dari kumpulan tulisan, saya sendiri punya pengalaman menarik. Saya kumpulkan tulisan-tulisan saya yang dulu dimuat di majalah BERwirausaha yang sudah almarhum. Informasinya saya perbarui, saya edit ulang, dan ditambah data-data terbaru di sana-sini. Hasilnya, sebuah naskah buku berjudul Resep Cespleng Berwirausaha. Sebuah penerbit kecil di Yogyakarta menerbitkan naskah tersebut dalam format pocket book pada Oktober 2004 lalu. Sebelumnya naskah buku itu pernah ditolak oleh sebuah penerbit besar di Jakarta.
Dan, Anda ingin tahu alasan penolakannya? Begini; "...dengan menyesal... kami belum bersedia menerbitkannya karena berdasarkan informasi jaringan Toko Buku langganan kami, kami meragukan kesediaan pasar untuk menyerapnya dalam jumlah besar... Sementara itu untuk menyiasati krisis ini, kami amat selektif terhadap penerbitan naskah. Kami hanya menerbitkan naskah yang cetak pertamanya (minimum 3000 eksemplar) habis terjual dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan... kami ragu apakah naskah jenis ini masuk dalam kriteria tersebut."
Asal anda tahu, naskah buku yang diperkirakan bakal jeblok di pasaran itu ternyata telah cetak ulang ke-4 hanya setelah tiga bulan beredar di pasaran. Banyak kisah-kisah semacam ini di dunia perbukuan. Jadi, jangan mudah putus asa jika naskah anda diragukan oleh pihak lain atas nama pasar.
Nah, tunggu apa lagi? Mulailah dengan menginventarisir topik-topik yang menurut anda menarik untuk ditulis dalam tulisan-tulisan pendek. (Bersambung ke artikel berikutnya; Mulailah dengan Mencoret-coret!)
* Edy Zaqeus adalah editor pembelajar.com. Ia telah menelorkan sebuah buku yang menarik tentang peramalan, "Kontekstualisasi Ajaran I Ching" (Grasindo, 2004), serta dua buku laris lainnya; "Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah" (Gradien, 2004, cet. ke-7 Jan '05), dan "Resep Cespleng Berwirausaha" (Gradien, 2004, cet. ke-3&4 Jan '05). Saat ini ia sedang menyiapkan sejumlah karya menarik lainnya untuk diterbitkan. Ia dapat dihubungi melalui email: edzaqeus@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar