Halaman

Tampilkan postingan dengan label Office. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Office. Tampilkan semua postingan

04 Desember 2012

sinergi reviu dan audit laporan keuangan

reviu dan audit lap keu banyak persamaan meski berbeda dari tujuan dan keyakinan. sinergi keduanya layak utk dioptimalkan
kembangkan wawasan dg sharing ttg sinergi reviu dan audit lapkeu http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/88/Artikiel_Sinergi_REVIU___AUDIT_atas_laporan_keuangan.pdf

07 Februari 2012

Teknik Penyusunan PKA


PKA (program kerja audit) adalah salah satu bentuk perencanaan audit
PKA merupakan petunjuk langkah bagi auditor
bagaimana cara menyusunnya ???

21 Januari 2012

think GLOBALLY act locally (click disini)


strategi membangun SPIP
mudah, nyata & membumi

09 Desember 2011

STRATEGI PENYERAPAN ANGGARAN: melangkah lebih dini dg ber-SPIP



Pada 7 November 2011 realisasi belanja pemerintah pusat baru 69,1% dari pagu, belanja modal baru terealiasasi sebesar 40,7% dari pagu anggaran. Padahal penghujung tahun 2011 sudah semakin dekat.
Kenyataan ini akan memaksa instansi pemerintah kejar tayang 100% penyerapan anggaran tahun 2011. Hal ini berakibat tidak seimbangnya antara waktu yang tersedia dengan target fisik (belanja modal) yang harus dikejar. Tragisnya, mutu output akan tergadaikan alias tak sesuai harapan. Dan kenyataan ini terjadi tiap tahun dalam denyut penyerapan anggaran. Bukan menjadi suatu nada, tapi telah menjadi irama false penyerapan anggaran akhir tahun.
bagaimana strateginya?
Kunjungi
http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/artikel/namafile/72/Strategi_Penyerapan_Anggaran_Melangkah_Lebih_Dini_dg_berSPIP.pdf

12 September 2011

Penyusunan APBD 2012: Apa yang Baru?


Salah satu hal baru yang muncul dalam Permendagri No.22/2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2012 adalah substansi perubahan kedua atas Permendagri No.13/2006 yang dijabarkan dalam Permendagri No.21/2011. Ada 5 hal yang menjadi isu utama dalam Permendagri No.21/2011 tersebut, yakni:

  1. Pengalihan dana BOS dari APBN ke APBD.
  2. Masalah pendanaan untuk tanggap darurat.
  3. Pajak daerah dan retribusi daerah.
  4. Perubahan atas Keppres 80/2003.
  5. Tahun jamak (multi-years).

10 September 2011

“KALAU” yang tidak fair


Ø kalau kerjaku lama selesai katanya aku lamban

Ø kalau atasanku kerjanya lama katanya teliti

o kalau aku melalaikan kerja katanya aku malas

o kalau atasanku lalai katanya sibuk

Ø kalau aku mengerjakan tanpa disuruh katanya aku sok pintar

Ø kalau atasanku mengerjakan hal yang sama katanya itu inisiatif

o kalau aku menyenangkan atasanku katanya aku menjilat

o kalau atasanku menyenangkan atasannya katanya kerjasama

Ø kalau kerjaku baik atasanku tak pernah ingat

Ø kalau aku membuat salah atasanku tak pernah lupa

23 Agustus 2011

Pertumbuhan 2012 Bisa Tujuh Persen


Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sosial Andi Rahmat mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa mencapai angka lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah dalam RAPBN 2012 sebesar 6,7 persen atau pada kisaran tujuh persen.

"Pemerintah masih memiliki ruang domestik yang cukup luas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke kisaran tujuh persen," ujarnya ketika membacakan pandangan fraksi dalam rapat paripurna atas RAPBN 2012 di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, untuk perekonomian Indonesia yang masih bergantung pada konsumsi dalam negeri, stimulus fiskal akan sangat efektif mendorong pertumbuhan pada angka tujuh persen

16 Agustus 2011

dilema jati diri keuangan negara


Dilema Jati Diri Keuangan Negara

masih ingat kasus century?
masih penasaran dengan pendpt Dana LPS bukan keuangan negara?
Buka n baca dilema jati diri keuangan negara

13 Juni 2011

mengenal HPS pengadaan jasa konsultansi

apa HPS? bagaiamana prosedur penyusunan HPS jasa konsultansi? kenali dan bacalah "mengenal HPS pengadaan jasa konsultansi"

Menanti Keampuhan Aturan Perilaku

aturan perilaku merupakan salah satu eksistensi sub unsur penegakan integritas & nilai etika (lingkungan pengendalian), apa iya???

yakin dengan itu? atau ingin tahu bagaimana agar kehadiran aturan perilaku menjadi paripurna dalam SPIP, simak dan cermati "Menanti Keampuhan Aturan Perilaku"

mencermati arah perubahan aturan PBJ

Perpres 54/2010 hadir sebagai solusi penyempurnaan beberapa kelemahan keppres 80/2003. perubahan seputar praktik PBJ harus segera dilakukan. apa sebenarnya arah perubahan Perpres 54/2010? bagaimana menyikapinya? semua dikupas di "mencermati arah perubahan aturan PBJ"

harmonisasi waskat dengan SPIP

instansi pemerintah wajib membangun SPIP. saat ini telah ada model pengendalian yang dikenal dengan waskat (pengawasan melekat). bagaimana menyikapi tuntutan VS kenyataan? harmonisasi waskat dengan SPIP menjadi keniscayaan

25 Oktober 2010

Arah Perubahan Perpres nomor 54 Tahun 2010


Sebuah solusi penyempurnaan PBJ, Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah memberikan arah yang jelas untuk berubah ke praktik yang lebih baik. Jika dicermati lekuk batang tubuh dan lampirannya maka dapat diungkap arah perubahan yang dihembuskan, yaitu:
A. Menciptakan iklim yang kondusif untuk persaingan sehat, efisiensi belanja Negara dan mempercepat pelaksanaan APBN/APBD (debottlenecking)
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. Tata Cara Pengadaan dan Standard Bidding Document;
2. lelang/seleksi sederhana s/d Rp200 jt;
3. Pengadaan Langsung;
4. persyaratan pelelangan dipermudah; kontrakpayung;
5. ULP (Unit LayananPengadaan); dsb.
B. Memperkenalkan aturan, sistem, metoda dan prosedur yang lebih sederhana dengan tetap memperhatikan good governance
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. menghapuskan metoda pemilihan langsung (kecuali pekerjaan konstruksi) menjadi pelelangan sederhana,
2. mendorong pelaksanaan e-announcement, e-procurement, e-catalogue, dsb
C. Memperjelas konsep swakelola
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. penambahan pekerjaan yang dapat diswakelolakan,
2. mengusulkan SBK (standar biaya khusus) untuk swakelola
D. Klarifikasi Aturan
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. jenis–jenis pengadaan;
2. besaran uang muka;
3. kelengkapan data administrasi;
4. penggunaan metode evaluasi;
5. kondisi kahar (force majeur);
6. penyesuaian harga (price adjustment); dsb
E. Mendorong terjadinya inovasi, tumbuh suburnya ekonomi kreatif serta kemandirian industry
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. swakelola
2. metode sayembara/kontes untuk mendorong inovasi dan ekonomi kreatif
3. mengharuskan Pengadaan Alutsista TNI dan Almatsus Polri oleh Industri strategis DN,
F. Memperkenalkan system Reward & Punishment yang lebih adil
Sinyal tersurat yang merepresentasikan arah tersebut antara lain adalah:
1. mengupayakan insentif yang wajar kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/anggota Unit Layanan Pengadaan (ULP);
2. memberlakukan jaminan sanggahan banding;
3. penegasan kapan aparat hukum seyogyanya masuk dalam kasus pengadaan
DAFTAR RUJUKAN
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Bahan tayang sosialisasi Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, LKPP, Jakarta, 2010

27 November 2009

Negara jelas rugi ... Yg untung siapakah???



Dalam kontrak kerja sama (KKS) di sektor migas dikenal istilah bagi hasil dan cost recovery. Bagi hasil adalah kesepakatan pembagian hasil produksi migas (sektor hulu) antara pemerintah dengan Kontraktor KKS (KKKS). Biasanya berkisar antara 80:20. 80% untuk pemerintah indonesia dan 20% untuk KKKS.
Hebat n mantep khan ... pemerintah dapat lebih besar ???
heh ... sabar dulu brur ...
masih ada cost recovery (CR) ... YAITU pengembalian seluruh biaya investasi dan operasi yang telah dikeluarkan oleh KKKS. ASIK BENER YA JADI KKKS. dah dapat migas dengan modal otak dan dengkul doang ... modal duit ... cuman isapan jempol.
pemerintah terlalu baikkah??? atau terlalu ... waduh bingung cari istilah yang pas .... mungkin NAIF kali ya???
asal tahu aja ..... produksi migas terus menurun tapi CR terus menanjak tajam.
alhasil 80% bagi hasil pemerintah adalah ampas financial dari perasan yang bernama CR.
SIAPA YANG RUGI ??? .... YA INDONESIALAH
SIAPA YANG UNTUNG ??? .... nah ini dia ... biasa ...
kayak korupsi ... (eh jangan2 emang bagian dari korupsi ya) ... SUDAH GAMBLANG KORUPSI (PREDIKATNYA) TAPI SUSAH IDENTIFIKASI SUBJEK ALIAS KORUPTORNYA
sekedar info potensial pihak yang diuntungkan:
1. KKKS
2. Birokrat (bisa presiden, menteri, pejabat BP Migas, auditor pemerintah DLL)
3. Legislator / aleg.
4. WNI yang jadi bagian dari manajemen KKKS

bagaimana menurut Anda??
HEBATKAN INDONESIA???

berikut selayang pandang Cost Recovery;

Patgulipat Dana Cost Recovery
Lukman Hakim , dosen di Unija, Madura
Menunggaknya pembayaran pajak penghasilan (PPh) 2008-2009 oleh lima kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas belum lama ini -yang merugikan negara hingga USD 113,11 juta atau hampir Rp 1,3 triliun- hanya salah satu di antara seabrek persoalan migas yang perlu segera diurai. Patgulipat pembayaran dana cost recovery (CR) oleh pemerintah pada perusahaan kini seolah menjadi ajang aji mumpung para kontraktor migas.
Dari hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) beberapa waktu lalu, banyak komponen CR yang tidak pada porsi sebenarnya. Misalnya, ongkos main golf, biaya kesehatan, corporate social responsibility (CSR), hingga biaya liburan oleh kontraktor dibebankan pada pemerintah.
Karena itu, nilai CR bertambah tahun kian meningkat, berkebalikan dengan produksi migas yang terus menurun. Pada 2008 saja, pemerintah menetapkan plafon USD 9,05 miliar (Rp 107 triliun) dari pengajuan CR USD 10,44 miliar (Rp 124 triliun). Tahun ini kontraktor migas mengajukan USD 12,9 miliar (153 triliun).
Markup
Besarnya dana CR yang diklaimkan perusahaan pada pemerintah berpotensi menggerogoti pemasukan negara. Karena itu, sekalipun sistem kontrak bagi hasil migas di atas kertas, tampaknya porsi yang diterima negara lebih besar dibanding porsi kontraktor migas, yaitu antara 70 persen : 30 persen hingga 85 persen : 15 persen. Namun, belum tentu bagi hasil itu memberikan keuntungan maksimal bagi rakyat Indonesia. Sebab, pembagian itu merupakan porsi net income yang masih harus dipotong dengan biaya operasional, pengeboran, dan eksplorasi yang dikenal dengan dana CR.
CR merupakan fitur penting lain dalam industri ekstraksi hidrokarbon, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. CR adalah sebuah ilusi yang memungkinkan kontraktor migas mendapatkan penggantian biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam masa eksplorasi (yang menghasilkan migas) dan eksploitasi oleh pemerintah.
Dalam ketentuan migas yang baru, bahkan memungkinkan kontraktor migas untuk meminta persetujuan anggaran atau AFE (authorized financial expenditure) dari pemerintah melalui BP Migas hingga 100 persen dari total biaya yang telah dikeluarkan.
Tak hanya itu, khusus bagi kontraktor yang mau mengeksploitasi tambang marginal, BP Migas berani menawarkan insentif cost recovery mencapai 120 persen. Artinya, biaya eksplorasi dan eksploitasi kontraktor migas hampir mendekati nol. Kontraktor hanya menanggung risiko kalau eksplorasi tidak menghasilkan migas.
Di lain pihak, proses CR membuka peluang terjadinya markup dan manipulasi data. Apalagi, tidak ada standar baku mengenai apa yang boleh dimasukkan ke dalam komponen CR dan apa yang tidak. Semuanya bergantung pada negosiasi dengan BP Migas yang keputusannya bersifat arbitrary.
Dengan demikian, dalam komponen CR terbuka segala kemungkinan untuk meningkatkan jumlah biaya yang diganti. Termasuk, transfer pricing yang didukung bukti-bukti akuntansi material. Biaya-biaya yang telah masuk ke dalam komponen CR sulit dilacak. Sebab, telah dibukukan secara rapi oleh pihak kontraktor minyak.
CR tidak pernah disebut secara spesifik dalam kontrak PSC, hanya bahwa kontraktor menyediakan pendanaan, keahlian teknologi, dan menanggung segala risiko eksplorasi karena CR hanya merupakan metode penghitungan pengembalian dana yang dikeluarkan kontraktor.
Menyiasati CR
Untuk mencegat patgulipat pencairan dana CR yang selama ini dikembangkan, ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Pertama, proses birokrasi yang selama ini melibatkan Departemen ESDM, Ditjen Migas, BP Migas, pemda, dan DPR, khususnya terkait penetapan kontrak, WP&B, AFE, dan POD, serta penetapan kebijakan lain harus menutup peluang terjadinya korupsi.
Kedua, pelaksanaan PSC mulai dari pengadaan equipment yang kerap dilakukan melalui leasing (bukan pembelian) telah menyebabkan kerugian negara. Di samping leasing itu tidak menjadikan aset yang didatangkan sebagai milik negara, dana yang dibutuhkan untuk leasing justru dialokasikan dalam perhitungan CR.
Ketiga, dalam setiap kontrak PSC biasanya selalu dirinci secara spesifik point of lifting (untuk minyak) dan delivery point (untuk gas) yang menjadi cut-off antara eksplorasi, eksploitasi, dan tahap selanjutnya. Biaya yang terjadi di luar masa eksplorasi dan eksploitasi (termasuk biaya pemasaran) selama ini justru dibebankan dalam perhitungan CR.
Apalagi PSC kerap melakukan misalokasi pembebanan biaya dari gas ke minyak sehingga bagi hasil untuk minyak 85 persen : 15 persen atau lebih besar untuk negara dibanding untuk PSC (untuk gas bumi 65 persen : 35 persen). Fakta itu menyebabkan terkuranginya bagian pemerintah dari equity to be split.
Tidak berhenti sampai di sini, misalokasi juga merambah ke dunia internasional. Sebab, perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia adalah bagian dari perusahaan induknya yang beroperasi secara internasional (world-wide). Misalokasi pembebanan biaya dari kantor pusatnya (di luar negeri) ke operating cost PSC di Indonesia telah banyak terjadi. Hal itu semakin memperbesar CR dan mengurangi penerimaan negara.
Perlu diketahui bahwa PSC merupakan kerja sama pemerintah dengan perusahaan swasta nasional dan asing. Beberapa PSC di Indonesia berada di bawah operator atau perusahaan induk yang sama.
Pada suatu perusahaan, terdapat banyak kontrak PSC, baik yang telah berproduksi maupun belum berproduksi. CR baru akan diberikan pemerintah apabila PSC tersebut telah menghasilkan migas. Penggeseran biaya dari PSC yang belum berproduksi ke PSC yang telah berproduksi untuk mendapatkan CR bisa terjadi dalam suatu perusahaan migas. Itu tentu memperbesar CR yang harus dibayar pemerintah.
Patgulipat CR terus dikembangkan tanpa bisa diidentifikasi secara pasti siapa yang diuntungkan; oknum negara yang melakukan kontrak ataukah PSC yang menjalankan kontrak. Akan tetapi, satu hal yang pasti, kedaulatan negara atas SDA yang seyogianya diperuntukkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945) justru tidak pernah terwujud.
Ilusi atas nama CR bahkan pada suatu saat merambah ke beberapa hal berikut; a) perpindahan PSC atau jual beli economic interest; b) biaya training tenaga kerja untuk PSC; c) jumlah lifting yang tidak diaudit pengawas, hanya mempercayai dokumen yang katanya sudah computerized.
Padahal seharusnya, auditor melakukan random sampling terhadap proses uplift sehingga bisa diverifikasi sistem komputernya. Setidak-tidaknya, sistem komputer tersebut harus diaudit dan divalidasi secara teratur.

05 Juni 2009

IAI (Ikatan Alumni Ipp)


IPP memang indah dan fenomenal
Sejuta warna kebersamaan ter-icon kental
Pacuan ‘bisa,harus bisa, pasti bisa’ mendobrak portal kemandegan
Membongkar sunyi senyap malas & kebosanan

Ini bidang bukan sembarang
Sarat pembelajaran dan jejak petualang
Prestasi melesak karya banyak orang
Buah seribu mimpi yg tlah terpancang

Berbagi petualang tlah tergadang
Berbagi ilmu di seantero perwakilan
Asa kan menyeruak tak kenal bidang
Terindah berlalu, terbaik kan menjelang

Terima kasih terucap, tekadpun tergumam
Alumni IPP tak kan mengecewakan
Jalin ikatan, ukir kesungguhan
demi sebuah kemajuan

(buah lamunan Mustove Kamalove
IPP=Instansi Pemerintah Pusat, nama salah satu bidang di Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)